Peta Konsep |
Bagi anda yang
marah jika dikatakan seperti monyet, tidak keliru. Anda marah karena anda
merasa sebagai manusia yang dilecehkan karena dianggap seperti monyet. Tetapi
jangan-jangan, anda justru akan tersenyum dan tidak marah jika ada yang
mengatakan anda seperti manusia? Kalau itu yang terjadi, penulis justru
marah kalau dikatakan seperti manusia. Sebaliknya, penulis akan
mengangguk-anggukkan kepala jika ada yang mengatakan bahwa penulis seperti
monyet. Mengapa? Karena jika ada yang mengatakan saya seperti monyet berarti
saya masih manusia; sedangkan jika saya dikatakan seperti manusia artinya saya
bukan manusia – maka saya marah.
Lantas, siapa sih
manusia itu? Para ahli biologi menyebutnya manusia adalah hewan yang berakal
budi. Mengapa? Karena dalam dunia hewan, manusia digolongkan metazoa
dengan phylum chordata, subphylumnya vertebrata
masuk dalam klas mammalia yang ordenya primata, sub-orde
antropoidea, keluarga dari homonidae dengan genus homo
masuk spesies sapiens. Wacana seperti ini yang kemudian
melahirkan pengertian bahwa manusia adalah makhluk biologis. Disebut
makhluk biologis karena manusia memiliki tanda-tanda yang sama dengan makhluk primata
lainnya, yakni ditandai oleh:
a.
Sebagian primata hidup di atas pohon,
hanya baboon dan manusia yang hidupnya di atas tanah.
b.
Anggota badannya mudah digerakkan,
terutama yang berusia muda.
c.
Jari-jari primata dapat memegang benda
kasar ataupun halus, mencengkeram, meraih dan fungsi lainnya.
d.
penglihatan primata lebih tajam, tetapi
penciumannya lebih buruk dari mamalia lainnya.
e.
Otak primata relative lebih besar
volumenya daripada mamalia lainnya.
Manusia sebagai
makhluk biologis, sesuai dengan sifat dan kemampuannya maka diberikan berbagai
macam sebutan. Pertama, manusia disebut homo sapiens yakni dikategorikan
sebagai bagian dari zoology (Ilmu Hewan) yang dapat menggunakan sifat dan
kemampuan berpikir secara bijaksana, sehingga manusia juga disebut sebagai makhluk
rasional. Ke dua disebut homo faber, karena manusia mampu
menggunakan sifat dan kemampuannya untuk membuat dan mempergunakan alat. Ke
tiga disebut homo loquens, yakni makhluk yang dapat berbicara dan
berkomunikasi social. Ke empat disebut homo sosialis, karena sifat dan
kemampuannya untuk berkelompok (bermasyarakat). Ke lima disebut homo
economicus, karena menggunakan sifat
dan kemampuannya untuk mengorganisasi pemenuhan kebutuhan hidupnya. Ke enam disebut homo religiousus, disebut
begitu karena ia memiliki sifat dan kemampuan untuk berpikir dan menyadari
adanya kekuatan supranatural (Tuhan Yang Maha Segalanya). Ke tujuh disebut homo delegans, karena
sifat dan kemampuannya untuk mendelegasikan pekerjaan kepada yang lain dan
menyadari keterbatasannya. Ke delapan disebut homo legatus, karena sifat
dan kemampuannya untuk mewariskan kebudayaannya kepada generasi
berikutnya. Ke Sembilan disebut Artis
creator, karena sifat dan kemampuannya untuk menciptakan keindahan
(estetika). Oleh karena itu, manusia memiliki berbagai macam sebutan yang
menunjukkan bahwa manusia itu makhluk multidimensional.
Manusia juga
disebut makhluk Individu, yaitu manusia merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan antara anggota tubuhnya yang satu dengan yang lain. Kata
Individu berasal dari kata latin ‘individuum’ artinya yang tak terbagi, entitas
yang terkecil. Dalam pemahaman ilmu social-budaya menunjuk pada tabiat kehidupan
jiwa manusia yang majemuk dengan peranannya dalam kehidupan social-budaya
manusia. Dengan kata lain, individu menunjuk kepada keterbatasan manusia
sebagai manusia perseorangan, manusia yang membutuhkan manusia lainnya, manusia
sebagai mahkhluk social-budaya yang otonom. Manusia dalam berbagai hal banyak
kesamaannya dengan yang lainnya, tetapi dalam banyak hal pula banyak
perbedaannya. Sejenis tetapi berbeda, setiap individu mempunyai keunikannya
sendiri. Keunikannya ini yang menjadikan tingkat peradaban yang berbeda, maka
akan menghasilkan deferensiasi social.
Keunikan individu
menjadi kepribadiannya. Tingkat kepribadian ini ikut menentukan dan mewarnai
dunia social-budaya. Kepribadian yang unsurnya pengetahuan, perasaan dan naluri
itu kemudian dikelola sedemikian rupa hingga melahirkan budaya, pola prilaku
dan budaya materi.
Deferensiasi social
melekat dan berkaitan dengan dunia social-budaya manusia. Pemberian identitas
social kepada orang lain menjadi contoh konkrit deferensiasi social yang
melekat pada manusia, sedang saya seorang siswa yang paling (maha) dibanding
siswa lainnya ini adalah contoh konkrit dari deferensiasi social yang berkaitan
dengan dunia social-budaya.
Ernst Cassirer
(1944) memberikan pandangannya tentang manusia dan mencoba menggambarkannya
dalam satu istilah ‘animal symbolicum’. Dengan istilah ini, Cassirer
merangkum semua sebutan untuk manusia yang di uraikan di muka, sekalipun
istilah itu masih juga tidak mampu menghadirkan gambaran manusia secara utuh.
Setiap individu merupakan suatu pribadi yang unik,
berbeda antara yamg satu dengan yang lain. Aku bukan kamu dan kamu bukan aku,
oleh karena itu kepribadian setiap individu juga berbeda. Kepribadian individu
sangat tergantung kepada factor:
1) Pengetahuan adalah unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa
sescorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Dalam
lingkungan individu itu ada bermacan-macam hal yang dialaminya melalui
penerimaan pancaindranya serta alat penerima atau reseptor organismanya yang
lain, sebagai getaran eter (cahaya dan warna), getaran autistik (suara), bau,
rasa, sentuhan, tckanan rnekanikal (bcrat-ringan), tckanan termikal (panas-dingin)
dan sebagainya yang masuk kedalam sel-sel tertentu dibagian-bagian tertentu
dari otak.
Seluruh proses akal manusia yang sadar (conscious) tadi dalam ilmu
psikologi disebut "persepsi". Sementara itu, penggambaran baru dengan
banyak pengertian tentang keadaan lingkungannya, disebut "apersepsi".
Penggambaran yang lebih intensif terfokus, yang terjadi karena pemusatan akal
yang Iebih intensif, disebut "pengamatan".
Adapun penggambaran abstrak tentang sesuatu berdasarkan penggabungan dan
perbandingan dengan penggambaran lain yang sejenis berdasarkan azas-azas
tertentu secara konsisten disebut "konsep". Sebaliknya adapula penggambaran baru yang kadangkala .juga tidak
realistik , disebut "fantasi".
Seluruh penggambaran, (persepsi),
apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi tadi merupakan unsur-unsur
pengctahuan seseorang individu yang sadar. Selain itu, banyak pengetahuan atau
bagian-bagian dari himpunan pengetahuan yang ditimbun oleh seorang individu
selama hidupnya, seringkali hilang dari alarn akalnya yang sadar atau dalam kesadarannya
dengan berbagai sebab, disebut "alam bawah sadar" (subconscious),
kemudian ada pula pengetahuan individu yang saling baur dan tercampur, disebut
"alarn tak sadar" (unconscious).
2) Kecuali pengetahuan, alam kesadaran manusia juga
mengandung berbagai macam "perasaan" . Perasaan adalah suatu
keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengetahuannya dinilairrya sebagai
suatu keadaan positif atau negatif.Suatu perasaan selalu bersifat subjektif
karena adanya unsur penilaian tadi, biasanya menimbulkan suatu kehendak dalam
kesadaran seorang individu. Kehendak itu bisa bersilat positif artinya individu
tersebut ingin mendapatkan hal yang dirasanya sebagai suatu hal yang akan
rnemberikan kenikmatan, keuntungan, kebahagiaan kepadanya , atau bisa juga
negatif, artinya ada upaya untuk menghindari, menjauh, tidak senang, merasa
tidak enak dan sebaginya dari hal yang dirasanya sebagai hal yang akan mcmbawa
perasaan tidak nikmat padanya. Suatu kehendak keras untuk mendapatkan sesuatu,
dinamakan "keinginan" . perasaan dan upaya keras untuk mendapatkan
suatu itu, juga disebut "emosi" .
3) Setiap individu memiliki dorongan naluri.
Dengan pengetahuan dan
perasaannya maka dorongan naluri harus dikelola sedemikian rupa agar antara
yang satu dengan yang lain menyadari bahwa kita sama dan sederajat (apalagi
dihadapan Sang Pencipta). Dalam proses mengelola dorongan naluri inilah
nilai-nilai sosial tentang cinta-kasih (bahkan diajarkan oleh Tuhan sendiri
melalui nabi-nabiNya), tanggung jawab, pengabdian, keadilan, pandangan hidup, keindahan,
penderitaan, kegelisahan dan harapan bermunculan dalam berbagai versi sangat
tergantung kepada kepribadian setiap individu.
Manusia juga
disebut sebagai makhluk cultural. Manusia merupakan kelompok makhluk
yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi dalam proses evolusi sehingga memiliki
kedudukan yang khusus di dalam ekosistem alam sekitarnya. Perbedaan yang utama
bahwa manusia dikaruniai Tuhan selain kecerdasan juga akalnya. Dengan akal
inilah maka membedakan secara mutlak manusia dengan binatang. Manusia dengan
akalnya dapat berusaha membantu tubuhnya menghadapi berbagai keadaan, berbagai
tempat dan cara hidup, sehingga lebih luas dalam menyesuaikan diri dengan alam
sekitar, di mana ia hidup. Dengan akalnya manusia membuat alat-alat yang dapat
digunakan untuk melengkapi dirinya alam keadaan tertentu.
Dengan kecerdasan
otaknya dapat membantu tubuhnya dan mempermudah hidupnya. Misalnya ia tidak
perlu memanjat pohon untuk mengambil buah-buahan, hal itu dapat dilakukan
dengan menggunakan galah. Apa yang dibuat dan diciptakan pada awalnya terbatas
pada benda-benda yang diperlukan untuk mempertahankan hidup. Pertama kebutuhan
untuk makan maka alat-alatnya berkaitan dengan upaya mencari makan. Kedua yaitu
alat yang digunakan untuk menyambung akal sehingga mengalami kemajuan dan
semakin luas bentuk alat-alat tersebut dan kegunaanya. Hal ini mempermudah
untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan menjadi dasar perekonomian dalam
lingkungan sosial dengan kerja yang teratur.
Semua kemampuan
manusia itu dilandasi oleh dorongan naluri yang dimilikinya, ditambah dengan
kemampuan akal pikirannya, maka jadilah manusia yang seperti anda-anda
bayangkan saat ini. Dorongan naluri yang dimiliki oleh manusia adalah
sebagai berikut:
a.
dorongan naluri untuk mempertahankan
hidup
b.
dorongan naluri untuk mencari makan
c.
dorongan naluri untuk mencari teman
d.
dorongan naluri untuk meniru
e.
dorongan naluri untuk sex
f.
dorongan naluri untuk mengabdi
g.
dorongan naluri akan keindahan
Dorongan naluri-dorongan naluri itu diolah dengan akal-pikirannya
menghasilkan unsur-unsur kebudayaan yang dimiliki oleh semua manusia di dunia.
Keinginan atau hasrat disertai dengan keindahan akan melahirkan kesenian.
Keinginan atau hasrat mengatur alam sekitar dalam menghadapi tenaga alam yang gaib menimbulkan kepercayaan
dan keagamaan. Keinginan untuk mengetahui apa yang dihadapinya akan menimbulkan
ilmu pengetahuan.
Semua ciptaan
manusia merupakan hasil usaha untuk mengubah dan memberi bentuk serta susunan
baru sesuai kebutuhan jasmani dan rohaninya dikenal dengan kebudayaan. Sehingga
manusia memiliki dua bagian yang tidak dapat dilepaskan yaitu segi kebendaan
adalah buatan manusia merupakan perwujudan dari akal yang hasilnya dapat diraba
atau nyata. Segi kerohanian yaitu alam pikiran dan kumpulan perasaan yang
tersusun teratur dan tidak dapat diraba hanya dapat dipahami dari keagamaan,
kesenian, kemasyarakatan.
Manusia juga
disebut makhluk politik (zoon politicon). Dalam setiap interaksi dengan
manusia lain, selalu terdapat kepentingan sekalipun kepentingannya itu
tersembunyi. Manusia selalu menginginkan pengakuan akan eksistensinya, sehingga
manusia akan berdaya-upaya agar kepentingannya itu terpenuhi. Oleh karena itu,
manusia akan menggunakan seluruh kemampuan akal pikirannya untuk menyusun
strategi untuk mempengaruhi manusia lainnya. Pada ranah ini manusia mulai
berpolitik, dengan argumentasi-argumentasi yang disusun dalam pikirannya, manusia
menyembunyikan kepentingannya. Paling tidak, manusia yang satu akan
mempengaruhi manusia lainnya, dengan maksud agar ia mempunyai pengikut. Jika
sudah demikian maka mulailah manusia membuat kelompok, karena aku dan kamu
sependapat maka menjadi kita. Dia-dia bukan kita, tetapi mereka; ketika bertemu
dengan mereka maka kita menjadi kami. Dan selanjutnya, manusia mengenal dan
mengenakan identitas sosialnya agar mudah menandai siapa kawan dan siapa yang
‘the others’ (yang bukan kawan), siapa ‘orang dalam’ dan siapa ‘orang luar’. Untuk
lebih jelasnya silakan simak bab Politik Identitas.
Lantas, mengapa
sering terjadi yang tadinya kawan berubah menjadi lawan? Homo homini lupus,
manusia adalah srigala bagi manusia lainnya. Hal itu disebabkan sifat manusia yang dinamis.
Pikiran manusia itu tidak dapat diikat oleh waktu maupun tempat. Detik ini ia
bicara kedelai, sebentar kemudian sudah menjadi air tahu, besok sudah menjadi
tempe. Hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk homo duplex yang memperlihatkan sifat-sifat yang paradox
(bertentangan). Misalnya, disatu pihak ia menjadi konsumen produk masyarakat,
dipihak lain ia juga menjadi produsen produk masyarakat; disatu pihak ia
menjadi pengendali masyarakat (controler) dipihak yang lain ia menjadi obyek yang
dikendalikan masyarakat; satu
sisi menjadi pengaman masyarakat, dipihak lain menjadi perusak masyarakat. Pada
satu sisi ia menjadi penegak nilai-nilai social, dan disisi lain ia menjadi
pelanggar nilai-nilai social. Manusia itu hakim sekaligus terdakwa, bertindak
sebagai jaksa dan juga pada saat yang sama ia akan bertindak sebagai pembela.
Hakekat manusia
sebagai homo duplex tersebut, dapat diungkapkan sebagai mahluk yang dikuasai
oleh nafsu hewani di satu pihak; dan dipihak lain dikendalikan oleh “semangat malaikat”. Sifat manusia seperti itu, menurut Zijderveld
menunjukkan Manusia merupakan individu yang unik. Baik kehidupannya, cara
berfikirnya, emosinya, kesadarannya, dan segala tingkah-lakunya serta
tindakannya. Dipihak yang
lain, pada saat yang sama, manusia merupakan anggota dari jenisnya, menjadi
mahluk sosial yang diatur oleh norma sosial yang membatasi cara berfikir,
pengungkapan perasaan, dan tindakannya sesuai dgn peraturan serta pola masyarakat.
Manusia sebagai
individu, bertindak dan bertanggung jawab atas tindakannya sendiri, sedangkan
sebagai mahluk sosial ia harus bertindak sesuai dengan pola masyarakatnya dan
bertanggug jawab serta mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada masyarakat. Pada tataran ideal, Manusia
yang dapat menyeimbangkan kedua hakekat tersebut, merupakan manusia yang dapat
tumbuh dan berkembang secara wajar di masyarakat. Ia benar-benar dapat
mengungkapkan dinamikanya secara seimbang. Nyatanya, sering dilindas oleh
dinamikanya sendiri. Dinamika
manusia yang memadukan manusia dengan sesamanya dan dunia lingkungannya,
memadukan ‘dunia sosial’ yang penuh makna dengan ‘dunia alamiah’ yang penuh
keteraturan, regularitas. Dunia sosial dunia yang serba tidak teratur,
meloncat-loncat, hari ini senang lima detik berikutnya sedih. Menghayati dan mendalami
hakekat kehidupan manusia memerlukan penginderaan dan kepekaan terhadap
gejala-gejala seperti digambarkan di muka, yang meliputi sikap dan tingkah laku
serta seluruh kepribadiannya sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat. Kemampuan seperti itu, selain dapat diperoleh dari mempelajari
bidang keilmuan yang berhubungan dengan gejala-gejala bersangkutan, juga dapat
diperoleh dari latihan penghayatan terhadap gejala serta masalah sosial yang
terjadi di sekitar kita. Kita
harus melakukan penginderaan, pengamatan dan penghayatan tentang apa yang kita
alami di masyarakat.
B. Konsep Dasar Hubungan Manusia: Manusia
membutuhkan manusia lainnya
Meskipun manusia itu makhluk individu
namun ia tidak akan sanggup untuk hidup sendirian di muka bumi ini. Coba anda
perhatikan kisah Penciptaan! Mengapa Tuhan menciptakan Hawa? Mengapa Adam tidak
dibiarkan sendirian oleh Tuhan? Yah…. Jawabannya dapat berbagai macam, tetapi
intinya manusia tidak dibiarkan hidup sendirian oleh Tuhan. Oleh karena itu,
manusia tidak akan sanggup hidup sendirian. Jika manusia hidup sendirian, maka
manusia tidak akan dapat menyalurkan berbagai macam dorongan naluri yang
dimilikinya. Manusia tidak akan dapat berkembang sebagai individu yang utuh.
Manusia tidak akan memiliki kebudayaan dan manusia tidak akan memenuhi dunia
seperti sekarang. Hal ini menunjukkan bahwa manusia itu HIDUP, dinamis
perkembangannya.
Lantas, untuk apa hidup? Untuk menjawab
pertanyaan itu, mari kita berangkat dari proses siklus hidup manusia. Ketika
seorang anak manusia dilahirkan mengapa harus menangis, sebab kalau tidak menangis
justru orang-orang dewasa di sekitarnya mulai kawatir terhadap anak itu. Justru
dengan menangis, bayi itu memberi sinyal sedang belajar bernafas, sebab
tanpa bernafas ia tidak akan hidup. Bahkan menetek pun, seorang bayi tidak
lantas otomatis pandai menetek tetapi ia harus belajar dengan bimbingan
sang mama. Si bayi terus menerus berkembang dan belajar banyak hal.
Mulai dari tengkurap, merangkak, berdiri dan kemudian baru belajar
berjalan. Semua itu adalah proses belajar yang harus dilalui dan dialami
oleh si bayi, hingga ia dapat berlari dan menjadi manusia mandiri. Tentu dengan
syarat, selama si bayi itu mendapatkan kasih-sayang (asih), pengawasan (asuh)
dan bimbingan (asah).
Dengan kata lain
ilustrasi di atas, mengajak anda untuk memahami konsep-konsep dasar hubungan
antar manusia. Pertama, seorang manusia agar dapat berhubungan dengan manusia
lainnya maka harus ada kontak terlebih dahulu. Ibarat orang hendak
menelpon seseorang, maka ia akan memperhatikan nada sambungnya terlebih dahulu.
Nada sambungnya menunjukkan sibuk atau tidak, ini sama dengan harus kontak
terlebih dahulu. Kedua, setelah ada tanda-tanda kontak baru kemudian terjadilah
komunikasi. Dalam proses komunikasi ini, terjadi berbagai macam
hubungan, mulai dari hubungan yang baik-baik hingga hubungan yang berakhir
buruk. Komunikasi yang baik, biasanya ditandai dengan canda-tawa, saling
pandang, saling merespon maksud dari lawan komunikasinya. Dengan demikian
terjadilah apa yang disebut interaksi antar manusia (interaksi sosial).
Interaksi social merupakan dasar
(factor utama) dalam proses-proses social. Artinya, interaksi sosial merupakan
kunci dari seluruh kehidupan sosial. Manusia hanya dapat dikatakan sebagai
makhluk sosial, apabila ia mampu berinteraksi dengan orang lainnya, tanpa
interaksi sosial maka kehidupan sosial tidak akan pernah mungkin terjadi.
Perhatikan semut, mereka setiap bertemu selalu beradu kepala, saling membau
sebagai tanda ’aku kawanmu’, ’aku orang diri’. Selama proses interaksi sosial
terjadi, maka biasanya para komunikator itu saling bergaul, saling bertengkar,
saling berkawan dan saling bermusuhan dan kemudian menghasilkan apa yang
disebut dengan nilai dan norma sosial.
Interaksi sosial merupakan hubungan
yang dinamis dalam bentuk sebagai berikut:
Suatu kerjasama yang terjadi dalam
masyarakat, suatu waktu dapat berubah menjadi suatu persaingan yang berujung
pada suatu pertikaian. Suatu pertikaian tidak akan selamanya berlangsung, maka
akan tercipta akomodasi hingga akhirnya akan kembali menjadi suatu proses
kerjasama. Jika suatu proses akomodasi dapat tercipta dalam kondisi yang
asosiatif, maka akan diikuti oleh proses asimilasi dan akulturasi. Akan tetapi,
jika tercipta dalam kondisi yang dissosiatif maka yang akan berkembang adalah
proses persaingan yang akan berujung pada pertikaian (baik dalam bentuk
ketegangan maupun konflik).
Dalam
proses kerja sama pasti ada norma dan nilai-nilai yang diberlakukan secara
bersama dan di taati bersama. Ada kesepakatan yang dibuat dan digunakan bersama
dengan sanksi yang disepakati bersama pula. Agar norma dan nilai ini dapat diakomodir
oleh semua pihak maka kemudian kelompok yang terlibat itu akan saling
berkomunikasi untuk membuat wadah sosial yang dapat menampung seluruh aspirasi
anggotanya, yang disebut dengan lembaga sosial (institusi sosial).
Lembaga sosial (institusi
sosial) pengertiannya ada dua, yang berbentuk material dan non material.
Pengertian institusi sosial yang berbentuk material adalah lembaga yang berupa wadah
bagi persatuan orang untuk mencapai tujuan bersama. Misalnya: sekolah menengah
atas negeri I, yang terdiri dari pengurus sekolah, pengelola, guru, murid dan
komite sekolah. Pengertian ini sama dengan istilah asosiasi sosial.
Pengertian lain yang berbentuk non-material adalah apa yang disebut sebagai pranata
sosial, yakni norma-norma dan nilai-nilai yang diberlakukan untuk mengatur
hubungan antar pengurus, pengelola, guru, murid dan komite sekolah. Jadi lembaga
sosial (institusi sosial) adalah himpunan dari norma-norma sosial yang
menjadi tulang punggung kehidupan masyarakat.
Istilah lembaga
sosial dalam kehidupan sehari-hari sulit dipahami karena membingungkan. Secara
implisit, lembaga sosial mempunyai fungsi sosial sebagai berikut:
a.
Memberi pedoman kepada anggota-anggota
masyarakat, tentang bagaimana harus berbuat dan bersikap dalam pergaulannya di
masyarakat;
b.
Menjaga keutuhan masyarakat;
c.
Memberikan pegangan untuk pengendalian
sosial (social control) terhadap prilaku anggota masyarakat.
Agar supaya hubungan antar manusia dalam
suatu masyarakat terlaksana sebagaimana yang diharapkan, maka diciptakanlah
norma-norma sosial yang mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda.
Norma sosial yang dibangun dan
dihasilkan itu akan berguna untuk menjadi ’koridor’ bagi dinamika sosial
manusia dalam berinteraksi. Dengan demikian, norma sosial merupakan aturan main
para anggota masyarakat dalam berinteraksi. Norma sosial dibagi dalam empat
tingkatan, mulai dari tingkat yang paling longgar sanksinya hingga tingkatan
yang paling berat sanksinya. Pertama, disebut cara (usage) yang menunjuk
pada suatu perbuatan. Misalnya saja: cara makan, cara tidur, cara ngomong,
setiap individu pasti berbeda-beda. Ada orang yang cara makannya ”heboh”,
mulutnya berbunyi mengecap, tangannya kanan-kiri digunakan dan sajian di meja
makan berantakan. Tetapi ada juga yang cara makannya sangat diam, diatur, dan
sebisa mungkin tidak menimbulkan suara, sajian di meja makan dijaga agar tetap
rapi. Perbedaan pada cara hanya menimbulkan sanksi cemoohan saja. Kedua, kebiasaan (folkways)
yakni menunjuk pada perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama. Kalau
cara makannya saja heboh, maka cara itu jika diulang-ulang akan menjadi
kebiasaan makan heboh. Kebiasaan jika dilanggar maka sanksinya dapat berupa
jadi bahan omongan orang sekitar. Ketiga, tata-kelakuan (mores) yakni
menunjuk pada kebiasaan yang dianggap sebagai cara berprilaku dan diterima
sebagai norma pengatur. Sanksi bagi pelanggar berupa pengucilan, pe-marginal-an.
Ke-empat apa yang disebut adat (istiadat – customs) yakni menunjuk pada
tata kelakuan yang kekal dan kuat integrasinya dengan pola-pola prilaku
masyarakat. Bila adat dilanggar maka sanksinya berwujud denda adat yang
besarnya tergantung kepada berat-ringannya pelanggaran.
Norma sosial dapat
menjadi pranata sosial jika melalui proses berikut: (a) institutionalization,
proses pelembagaan yang meliputi norma sosial baru yang dikenal, diakui,
dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari; (b) internalized,
proses pelembagaan yang meliputi norma tersebut kemudian menjadi ”darah daging”
dalam jiwa angota-anggota komunitasnya. Dalam pemahaman seperti ini, menjadi
sulit kiranya untuk mengatakan pranata sosial atau norma sosial yang lebih
penting. Tetapi yang perlu diingat adalah bahwa hal itu diperlukan ketika kita
akan menganalisisnya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari justru agak sulit
untuk memilah mana yang pranata dan mana yang norma. Norma sosial harus ditaati
oleh seluruh anggota masyarakat, lebih khusus lagi anggota komunitas (kelompok
pendukung kebudayaan), oleh karena itu diperlukan pengawasan sosial (social –
control).
Hubungan antar
manusia hanya akan terlaksana sebagaimana yang diharapkan jika norma-norma
sosialnya dijaga dan difungsikan sebagaimana mestinya dan sesuaikan dengan
tuntutan jaman. Hubungan antar manusia menyebabkan terjadinya perubahan dan
perkembangan masyarakat. Sebelum terjadi perubahan maka biasanya didahului oleh
proses-proses sosial terlebih dahulu, yakni proses interaksi sosial. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa proses-proses sosial adalah cara-cara
berhubungan yang dapat dilihat apabila anggota atau kelompok masyarakat saling
bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan. Dengan kalimat
lain, pengaruh timbal balik antara pelbagai segi kehidupan bersama menyebabkan
perubahan dan perkembangan masyarakat, inilah yang disebut dengan dinamika
sosial.
Hubungan antar
manusia menghasilkan kehidupan bersama, kehidupan bersama hanya akan terjadi
kalau ada proses interaksi sosial. Oleh karena itu, interaksi sosial merupakan
kunci dari semua kehidupan sosial. Meskipun secara jasmaniah manusia saling
bertemu, saling bersinggungan, saling melihat, tetapi belum tentu (bahkan tidak
akan) menghasilkan pergaulan hidup dalam kelompok sosial. Contohnya adalah
penonton film di bioskop, penonton sepakbola, atau orang-orang yang berkerumun
disekeliling tukang obat di pasar, merupakan contoh kelompok manusia yang bukan
kelompok sosial. Kelompok jenis ini disebut crowd (kerumunan). Pergaulan hidup
atau interaksi sosial baru terjadi manakala para anggotanya saling
mengadakan kerjasama, saling bertegur-sapa dsb.nya untuk mencapai tujuan
bersama. Tentu saja dalam proses kerja sama ini dapat mengakibatkan adanya persaingan,
dan ketika persaingannya memanas maka akan berubah menjadi pertikaian.
Adanya pertikaian dalam masyarakat tidak dapat dihindarkan, maka kemudian
diperlukan proses akomodasi – proses penyelarasan kembali agar
pertikaian kembali menjadi kerjasama baru. Begitu seterusnya dengan landasan
dasar belajar dari pengalaman.
Di situ ada proses
belajar yang merupakan representasi dari konsep dinamika sosial. Oleh karena
itu, guna membahas masalah di atas, saya berangkat dari konsep tersebut. Untuk
itu, perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian dinamika sosial, agar
pemahaman kita berangkat dari satu titik start yang sama. Dengan berangkat dari
titik start yang sama berarti kita menyamakan persepsi; sehingga pembahasannya
menjadi lebih terarah, tidak bertabrakan tetapi terus saling bersinggungan.
Dinamika sosial, di dalamnya
berisi proses internalisasi (internalization), sosialisasi (socialization),
dan enkulturasi (enculturation) (Koentjaraningrat, 1980). Ke tiga
istilah ini menunjuk pada proses belajar di dalam masyarakat, dengan kata lain
masyarakat merupakan wahana pendidikan mengenai hubungan antar manusia bagi
setiap anggotanya. Bagaimana pengertian ke tiga istilah tersebut?
Pertama,
saya mulai dari istilah internalisasi. Maksud daripada istilah ini
adalah menunjuk pada proses panjang seorang anak manusia dari sejak ia
dilahirkan, hingga ia hampir meninggal. Selama hidupnya ia belajar dan
memperoleh pengalaman mengenai perasaannya, hasratnya, nafsunya, dan emosinya;
sehingga ia dapat hidup bersama dengan anak manusia lainnya. Ia belajar
bagaimana ”rangsangan” itu datang dan bagaimana ia harus memperoleh dan
mengelolanya, agar ia terpuaskan. Setiap hari selama ia masih hidup, maka ia
bertambah pengalamannya tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
perasaannya (secara antropologis, ia belajar memperoleh kesenangan,
kegembiraan, perhatian, kebencian, kecintaan, benar – salah, malu dan
lain-lain; secara sosiologis, ia mempunyai keinginan untuk menjadi satu dengan
suasana alam sekelilingnya); hasratnya (secara antropologis, ia ingin
menyalurkan hasrat untuk bergaul, meniru, mencari tahu, berbakti, keindahan dan
lain-lain; dan secara Sosiologis ia mempunyai keinginan untuk bersatu dengan
manusia lainnya/masyarakat). Semua itu diperolehnya melalui proses belajar yang
disebut dengan istilah internalisasi. Apa yang diperolehnya itu kemudian
menjadi milik kepribadiannya yang khas, unik dan berbeda dengan orang lain.
Mengapa ia harus belajar itu semua? Hal itu dikarenakan setiap orang mempunyai
dorongan naluri untuk hidup bersama dengan manusia lainnya, yang dalam
Sosiologi disebut dengan istilah gregariuosness. Dengan demikian tidak
mengherankan kalau ada ahli Antropologi atau Sosiologi yang menyebut manusia
sebagai social animal (makhluk sosial).
Ke
dua, istilah sosialisasi dimaksudkan menunjuk pada proses belajar dari
seorang manusia tentang pola-pola berprilaku dalam hidup bermasyarakat dengan
berbagai macam peranan sosialnya, dan proses ini dilakukan dari sejak masa
kanak-kanak hingga masa tuanya. Agar mempermudah mendapatkan gambaran tentang
sosialisasi, maka mari kita bandingkan dua anak manusia, yang satu dilahirkan
ditengah keluarga pejabat di kota dan yang lainnya dilahirkan ditengah keluarga
biasa di kampung/desa. Si anak pejabat dari lahir sudah dikelilingi dengan
berbagai ”fasilitas”. Ada pembantu, bahkan baby sitter, ada ibunya bahkan
neneknya, yang masing-masing memberikan perhatian dan kasih sayang dengan pola
prilaku yang berbeda. Selama pertumbuhan awalnya itu, ia sudah harus menghadapi
berbagai tokoh sehingga ia harus menyesuaikan diri dengan tokoh-tokoh itu,
sehingga ia memiliki hubungan sosial yang lebih intensif dan kemudian mendorongnya
menjadi individu yang mudah mengutarakan isi hati serta menerima maksud dan
pikiran orang lain. Sebaliknya, si anak ”kampung” yang paling intensif
berhubungan dengan ibunya. Kalau ia mempunyai kakak, kakaknya sudah asyik main
sendiri paling hanya sekali-kali. Oleh karena itu, biasanya anak ”kampung”
cenderung menjadi individu yang tertutup, pemalu dan cenderung kesulitan untuk
menyampaikan isi hatinya.
Perbedaan ’kepandaian’ yang
dimiliki (oleh anak pejabat dan anak
desa itu) melalui proses belajar dan akan dijadikan miliknya yang kemudian
dikembangkan secara turun temurun. Hal ini dilakukan secara horizontal dalam
kelompoknya yang berbeda-beda sehingga penggabungan orang-orang yang disengaja
disertai aturan-aturan mengenai hubungan antara satu dengan yang lainnya akan
menimbulkan perbedaan. Oleh karena itu, norma social yang berkembang di kota
berbeda dengan yang di desa. ada proses inkulturalisasi dalam keluarga.
Ketiga, konsep enkulturalisasi.
Istilah ini maksudnya adalah bahwa manusia mewariskan kebudayaannya kepada
generasi berikutnya. Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dan utama dalam
kehidupan sosial manusia. Keluarga merupakan kelompok primer bagi seorang anak
manusia, di dalam keluarga terbentuklah frame of reference dan sense
of belonging. Di dalam keluarga, manusia pertama kali memperhatikan hasrat
keinginan orang lain, meniru pola prilaku individu yang yang menjadi
reference-nya, belajar memberi dan menerima dari orang lain.
Gabungan dari hal
yang terkecil yaitu antara laki-laki dan perempuan yang melahirkan bentuk
keluarga. Gabungan yang lebih besar yaitu keluarga dengan keluarga yang disebut
masyarakat. Maka pengalaman satu anggota keluarga yang diturunkan pada anggota
lainnya termasuk kepandaiannya. Cara menurunkan kebudayaan tersebut karena
manusia diberikan kepandaian berbicara. Bahasa adalah alat perantara yang
paling utama bagi manusia. Dengan bahasa maka manusia dapat memahami sesuatu
bersama-sama, dapat mendengar dari orang lain, ditambah pengamalannya sendiri
sehingga semakin luas pengetahuan yang dimiliki oleh manusia.
Keluarga merupakan
unit sosial terkecil dalam masyarakat yang bersifat universal, yang memberikan
fondasi bagi perkembangan individu dan kepribadiannya. Oleh karena itu,
keluarga merupakan inti dari masyarakat, seperti kata Cooser (1967) bahwa
keluarga merupakan mediator dalam mengaktualisasikan dan men-sosialisasikan
nilai-nilai sosial. Dari sisi ini, tampak bahwa keluarga mempunyai fungsi
pendidikan bagi individu-individu yang ada di dalamnya. Kalau keluarga
merupakan inti masyarakat, maka dengan sendirinya masyarakat juga mempunyai
fungsi pendidikan bagi setiap individu yang menjadi anggotanya. Keluarga
menjadi guru pertama (dan utama) bagi setiap individu, dan masyarakat menjadi
’guru besar’ bagi setiap individu. Dengan kata lain masyarakat sebagai
salah satu wahana pendidikan kebudayaan. Dengan demikian masyarakat mempunyai
kewajiban untuk mendidik generasi berikutnya agar mereka menjadi manusia-manusia
yang mampu menghargai manusia lainnya. Kemampuan manusia terbatas dari apa yang
didapat dalam masyarakat, karena berbeda-beda kepentingannya dan prioritas yang
digunakan dalam hidupnya, meskipun terjadi dalam lingkungan yang sama. Sehingga
pendukung kebudayaan bukanlah manusia secara individu tetapi juga masyarakat
secara umum.
Dinamika sosial dapat
didefinisikan sebagai konsep yang menggambarkan proses kelompok yang selalu
bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang selalu
berubah-ubah. Dinamika sosial mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
·
Membangkitkan kepekaan diri seorang
anggota kelompok terhadap anggota kelompok lain, sehingga dapat menimbulkan
rasa saling menghargai
·
Menimbulkan rasa solidaritas anggota
sehingga dapat saling menghormati dan saling menghargai pendapat orang lain
·
Menciptakan komunikasi yang terbuka
terhadap sesama anggota kelompok
·
Menimbulkan adanya i’tikad yang baik
diantara sesama anggota kelompok.
Proses dinamika
sosial mulai dari individu sebagai pribadi yang masuk ke dalam kelompok dengan
latar belakang yang berbeda-beda, belum mengenal antar individu yang ada dalam
kelompok. Mereka membeku seperti es. Individu yang bersangkutan akan berusaha
untuk mengenal individu yang lain. Es yang membeku lama-kelamaan mulai mencair,
proses ini disebut sebagai “ice breaking”. Setelah saling mengenal, dimulailah
berbagai diskusi kelompok, yang kadang diskusi bisa sampai memanas, proses ini
disebut ”storming”. Storming akan membawa perubahan pada sikap dan perilaku
individu, pada proses ini individu mengalami ”forming”. Dalam setiap kelompok
harus ada aturan main yang disepakati bersama oleh semua anggota kelompok dan
pengatur perilaku semua anggota kelompok, proses ini disebut ”norming”.
Berdasarkan aturan inilah individu dan kelompok melakukan berbagai kegiatan,
proses ini disebut ”performing”. Secara singkat proses dinamika sosial dapat
dilihat pada gambar berikut:
Alasan pentingnya dinamika
sosial:
·
Individu tidak mungkin hidup sendiri di
dalam masyarakat
·
Individu tidak dapat bekerja sendiri
dalam memenuhi kehidupannya
·
Dalam masyarakat yang besar, perlu
adanya pembagian kerja agar pekerjaan dapat terlaksana dengan baik
·
Masyarakat yang demokratis dapat
berjalan baik apabila lembaga sosial dapat bekerja dengan efektif
manusia yang dimaksud dalam bahan ini, ditinjau dari kemampuan diri berelasi dengan manusia yang lainnya (sosial) ya pak?
ReplyDelete